Membiasakan Sensor Mandiri di Lingkungan Keluarga Terhadap Film di Tengah Banjir Informasi
Selama ini, yang kita tahu tukang sensor Film adalah Lembaga Sensor Filem Indonesia (LSF). Lembaga ini dibentuk berdasarkan Undang-undang No 33 Tahun 1999, didukung dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2014. Pada Udang-undang No 33 Tahun 2009 pasal 57 dinyatakan bahwa setiap film dan iklan film dan iklan film yang akan diedarkan wajib memperoleh tanda lulus sensor yang diterbitkan setelah dilakukan penyensoran yang meliputi, penelitian dan penilaian tema, gambar adegan, suara dan teks terjemahan suatu film yang akan diedarkan dan/atau dipertujukkan kepada khalayak ramai dengan penentuan penggolongan usia. Nah sekarang kita juga "diwajibkan" menjadi tukang sensor untuk tonton di lingkungan keluarga.
Seperti apakah Sensor Mandiri?
Saat ini diera digital, dengan ditandai semua serba digital. Membaca surat kabar tidak lagi Koran akan tetapi telah beralih pada surat kabar elektronik. Mengetik pun sudah menggunakan komputer. Sehingga jika dijumpai ada surat masih menggunakan mesin ketik maka dalam fikiran ini pasti dari desa tertinggal yang belum masuk listrik. Surat-suratan sekarang hanya untuk lembaga resmi sudah banyak beralih ke email. Sedang untuk orang kebanyakan telah digantikan fungsinya oleh WA dan sms. Hebatnya lagi akibat revolusi digital ini semua bentuk informasi, koran, telepon, surat, tv, mesin ketik dan bioskop telah terangkum dalam satu genggaman dengan alat yang dinamakan telepon pintar (smart phone).
Nonton film di TV mulai ditinggalkan semua beralih ke aplikasi HOOQ, VIU atau pada web seperti bioskopkeren.xyz, bioskop21.com dan masih banyak lagi. Semua film yang disajikan ada yang sudah disensor LSF ada yang belum. Mungkin banyak yang belum (banyak filem pendek atau filem yang disajikan para blogger). Bioskop mulai diminati kembali. Di sinilah diperlukan adanya sensor mandiri dari kita untuk keselamatan kita dan keluarga.
LSF yang salah satu amanat tugasnya adalah untuk melindungi masyarakat dari pengaruh negatif filem dengan melakukan penyensoran filem dan iklan filem, juga melakukan literasi kepada masyarakat melalui kegiatan sosialsiai sensor mandiri. Sebagaimana yang dilaksanakan di Provinsi Bengkulu, bekerjasama dengan Blogger Bengkulu dalam tentuk Talk Show yang bertemakan Budayakan Sensor Mandiri Dari Lingkungan Keluarga. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 26 September 2018 di Konakito yang berlokasi di Kawasan Wisata Tapak Paderi Bengkulu. Sebagai narasumber Talksho tersebut adalah Milda Ini (Seorang Penulis Berbakat dan Ketua Blogger Bengkulu) dan Noor Saadah M. Kom (Anggota Komisi II LSF Bidang Hukum dan Advokasi, serta dapurnya kuis Milionaire yang fenomenal, kita terkagum dengan pesertanya, seperti Ensiklopedia berjalan)
Peserta Talk Show LSP dan Blogger Bengkulu |
Sensor mandiri adalah perilaku secara sadar dalam memilah dan memilih tontonan. Di era digital ini, dengan sebuah smart phone kita dapat menonton filem apa saja, kapan saja, di mana saja dan dengan siapa saja, dengan syarat paket tersedia atau di rumah telah dipasang wifi tentunya. Sensor mandiri yang dilakukan adalah sebelum menonton kita perlu menilai apakah pantas atau tidak pantas untuk ditonton, terutama oleh anak-anak di rumah.
Bagaimana Melakukan Sensor Mandiri ?
Untuk memilah atau memilih sebuah film perlu mempertimbangkan filem ini untuk usia berapa? LSF telah mengelompokkan Filem berdasarkan kategori usia seperti untuk semua umur (SU), penonton usia tiga belas tahun atau lebih (13+), penonton usia 17 tahun atau lebih (17+) dan penonton usia 21 tahun atau lebih (21+).
Kemudian memilih Filem tentang apa? Bagaimana gambar, adegan, dialog dalam film? Adakah hikmah yang dapat diambil dari filem? Film yang baik adalah yang dapat memberikan motivasi dan inspirasi ke arah kebaikan, tidak hanya melulu hiburan. Seperti film Negeri 5 Menara memotivasi anak untuk dapat bertahan belajar di Pondok Pesantren sampai selesai. Film Laskar Pelangi yang menggambarkan seorang murid mampu berprestasi mencapai cita-cita meskipun dengan keterbatasan. Filem KCB yang memotivasi untuk bergaul dan mencari jodoh secara islami.
Saran untuk dibaca:
Melepas Anak Belajar di Pesantren
Adegan dalam film cepat sekali ditiru oleh kalangan anak-anak, remaja atau bahkan orang dewasa. Seperti Film Dilan, pernyataan "kamu tidak akan kuat, biar aku saja" menjadi omongan, meme yang menjadi viral hampir di semua jenjang umur. Itu bukti.
Berfoto Bersama dengan Nara Sumber |
Dalam melakukan sensor mandiri, ada beberapa tips yang diberikan oleh Mildaini sorang Ibu yang menghasilkan buku best seller bulan September ini, yaitu dampingi anak-anak menonton, batasi jam menonton, pilih film yang sesuai dengan anak, serta mengingatkan hal-hal yang baik pada anak untuk ditiru.Jangan dibiasakah anak-anak terlalu ketergantungan dengan HP.
Sanggupkah dari lingkungan keluarga melakukan sensor mandiri? Perjuangan yang sangat berat. Derasnnya arus globalisasi memampar kita semua. Tidak perduli kapanpun dan dimanapun. Kita dijejali oleh tontonan sampai ke kamar tidur. Akan susah mengontrol pada kondisi yang sedemikian ini. Belum lagi konten negatif di internet yang menjamur. Sepertinya diblokir satu tumbuh seribu. Dalam hal ini peran dan kebijakan dari pemerintah sangat diperlukan. Pembatasan tayangan film atau sinetron di televisi, dan penghapusan tayangan atau kata-kata yang mengandung hal-hal negatif, pornografi, amoral, budaya atau faham yang tidak sesuai. Seperti perilaku "Bencong" sangat tidak layak, karena membiasakan penonton dengan perilaku LGBT yang selalu muncul di televisi.
Sensor mandiri ini akan berhasil jika anak dibekali dengan keimanan dari pemahaman agama. Penanaman nilai-nilai agama dan budi perkerti menjadi penting dilakukan di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Orang tua dapat mengajarkan self control pada anak-anak, untuk memilih tontonan yang susuai dengan nila dan norma yang diketahui dari pelajaran yang diterima di keluarga dan sekolah. Dengan pemahaman nilai agama dan budi pekerti dapat menjadi benteng diri bagi anak-anak dalam pengaruh negatif dari informasi atau tontonan yang diterima. Persoalannya adalah apakah pendidikan agama dan budi pekerti di sekolah dan di rumah telah dapat berjalan dengan baik dan memadai?
Penyajian Noor Saadah dari LSF |
Selanjutnya apakah sensor mandiri ini sudah mulai difahami oleh masyarakat. Seperti diceritakan oleh Ibu Noor Saadah, ada seorang ibu rumah tangga yang bekerja sebagai tukang cuci. Ketika dia pergi bekerja, anaknya ditemani dengan TV agar lebih aman tidak menangis dan berkeliaran. Tayangan TV tidak bisa dibatasi bebas menemani anak ibu tadi. Gerakan sosialisasi atau kampanye untuk penyadaran agar dapat melakukan sensor mandiri perlu dilakukan. Tapi hal ini saya pesimis, hasil akhirnya seperti rokok, peringatan hanya untuk persyaratan semata. Iklan dan pemasaran produk dilakukan dengan gencar. Omset rokok tetap tinggi. Perilaku merokok di kalangan siswa ada terus. Seperti rokok, sensor mandiri hanya tema kampanye dan Sensor LSF sebagai persyaratan kelayakan film untuk beredar, penayangannya "trabas" aturan dan penonton pun tidak peduli rambu-rambu usia.
"Dengan pemahaman nilai agama dan budi pekerti dapat menjadi benteng diri bagi anak-anak dalam pengaruh negatif dari informasi atau tontonan yang diterima."
Seiring dengan kemajuan dan kesadaran masyarakat tentang manfaat dan bahannya informasi atau tontonan, maka pemilihan akan berjalan secara spontan. Film yang norak dan tidak berkualitas akan tidak laku. Televisi dengan tayangan sinoteron picisan akan ditinggalkan oleh penontonnya. Terbukti, ILC sebuah tayangan live show memiliki rating tertinggi ditunggu oleh pemirsa.
Kampanye Sensor Mandiri
Kampanye kesadaran untuk memilah dan memilih film melalui komunitas seperti komunitas Blogger sangat positif. Seorang blogger di komunitas memiliki jaringan di media sosial cukup luas, sehingga penyebaran informasi di semua kalangan terutama pada kalangan milenial. Sebuah generasi yang langsung terkoneksi dengan jaringan internet. Generasi yang mati gaya kalau tidak bisa update status. Mereka yang paling banyak terpapar dengan informasi dan tontonan digital. Informasi yang tersebar luas dan menjadi topik pembicaraan di komunitas Blogger diharapkan dapat memberikan pemahaman yang positif dan mampu membangun kesadaran untuk melakukan sensor mandiri terhadap tontonan yang kan ditonton. Apresiasi yang stinggi-tingginya pada Blogger Bengkulu dan Terimakasih yang sebanyaknya kepada LSF.
Sertifikat bukti kehadiran dan kepedulian Sensor Mandiri |
Akan Berhasilkah? Informasi yang baik diterima secara terus menerus akan melahirkan kebenaran. Kebenaran akan melahirkan keyakinan. Keyakinan didasarkan pada agama akan menghasilkan keimanan. Keimanan akan mewujudkan budi yang baik atau Ahlakul karimah.
Informasi :
Tulisan ini diikutkan lomba:
#NulisSerempak Lebaga Sensor Filem Bersama Blogger Bengkulu
10 Komentar
Artikel yang mendidik dan mengarah kepada kepedulian kepada anak dan keluarga dan Generasi Milenial agar dapat memberikan bekal sejak dini tidak terjerumus pada situs-situs film yang negatif. konten yang mendidik dan menggunakan diksi persuasif perlu direplikasi lebih banyak lagi agar dampak buruk penggunaan alat teknologi informasi seperti gadget yang bersifat dekstruktif tidak sempat hinggap pada generasi Milenial di sekitar kita....siiip..dah...
BalasHapusTerima kasih tanggapannya Mr. Bowo, kita berharap sikap dan prilaku sensor mandiri dapat direplikasi dengan selalu memilah dan memilih informasi atau tontonan yang diterima apakah besar manfaatnya atau modhorotnnya (kejelekannnya).
HapusIyah, anak adalah peniru ulung, kadang ga tau ni anak dapat itu liat dimana. Eh ujung2nya ketahuan juga, dari tontonan . Btw itu Film apa filem paj :)
BalasHapusbetul ibu Milda, Filem Negeri 5 menara. Kalo anak yang kecil masih TK A hobinya nonton youtube maswaditya, melukis melulu sekarang
HapusArtikelnya bagus, mudah dipahami dan sangat bermanfaat bagi kita para orang tua yang hidup di jaman milenial dan memiliki generasi milenial juga.
BalasHapusPada dasarnya membangun komunikasi yang baik antara orang tua dan anak sejak anak kita dilahirkan dapat membentuk karakter kuat pada anak sehingga untuk melakukan program sensor mandiri dalam lingkungan keluarga lebih mudah dilaksanakan dan diterapkan..
terima kasih. semoga kita dapat menjadi penghantar anak-anak ke zamannya dengan baik
HapusMenginsipirasi! tulisan ini dapat dijadikan acuan atau wacana bagi LSF agar menjadi suatu program yang dapat diterima oleh publik dimana diharapkan peran serta masyrakat dari tingkat terkecil seperti keluarga, juga dilingkungan yg lebih besar, misal setingkat RT/RW. Salah satu caranya yaitu menonton acara bersama (nobar) atau pemutaran film bersama momen2 tertentu seperti saat HUT RI, 17 Agustus dengan memutarkan film perjuangan Pahlawan Indonesia atau seperti yg disebutkan penulis seperti laskar pelangi
BalasHapusPermasalahannya adalah saat ini, dunia sineas/seni suara minim program anak/remaja yg sehat dan dapat menjadi teladan sehingga sebenarnya mempengaruhi dunia dan pola pikir anak bangsa. Ini yg perlu dicermati. Sensor mandiri merupakan salah satu alternatif antisipasi, namun alangkah baiknya pihak-pihak yg bertanggung jawab terhdap generasi penerus bangsa lebih peduli lagi terhadap permasalahan yg ada saat ini akibat arus globalisasi. Sehingga generasi muda terbiasa memfilter manakah tontotan yg layak tonton atau tidak bagi dirinya. Dengan adanya artikel ini, semoga saja sebagai langkah awal adanya implementasi program dari LSF / masyarakat itu sendiri
Gagasan yang Baik QND, berawal dari keluarga, merambah ke komunitas di tingkat RT, RW dengan didukung tontonan yang sehat, sehingga dapat memotivasi dan menginspirasi kita semua, terutama pewarisan nilai perjuangan. Terima kasih komentarnya.
HapusArtikel yang menarik.
BalasHapusSensor mandiri dalam keluarga memang harus terus dan terus disosialisasikan agar menjadi kebiasaan yang akhirnya nanti menjadi budaya.
Sensor mandiri dapat menjadi tameng sekaligus penyelamat generasi muda mengingat begitu derasnya tayangan film/sejenisnya. Apalagi orangtua tidak bisa mengawasi anak 24 jam so membiasakan diri melalui sensor mandiri menjadi suatu kebutuhan.
Terima kasih ibu Atun semoga kita dapat berpartisipasi mewariskan sesuatu yang baik bagi generasi peneris.
BalasHapusTerima kasih telah mengunjungi blog ini. Silahkan masukkan komentar anda