Oleh : Anton Sutrisno
Penerapan
otonomi daerah memberikan implikasi yang sangat luas. Pengelolaan
sumberdaya alam, eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam dapat
diputuskan oleh Bupati. Sayangnya upaya eksplorasi dan eksploitasi masih
pada sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (non renewable
resources) seperti batu bara, pasir besi dan emas. Untuk pengelolaan
sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, ternyata merusak potensi
sumberdaya alam yang lain. Seperti pembukaan perkebunan yang hingga
perbatasan hutan lindung, bahkan ada yang sudah masuk wilayah hutan
lindung. Pembukaan lahan perkebunan telah merubah hutan yang ada menjadi
hutan monokultur yaitu perkebunan sawit. Untuk di Kabupaten Bengkulu
Utara lokasi areal perkebunan kebanyakan sudah mencapai areal hulu
sungai sungai kecil. Hal inilah yang akan memberikan dampak terhadap
kondisi DAS.
![]() |
Sebuah aliran sungai di pinggir desa. |
Pelaksanaan
otonomi daerah juga berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan Daerah
Aliran Sungai (DAS). Batas daerah otonom secara umum tidak berimpit
dengan batas DAS. DAS dibatasi oleh topografi alami, seperti punggung
bukit atau gunung yang berakhir di laut. Sungai umumnya berada di tengah
DAS, sering dijadikan batas terluar dari administrasi wilayah otonom.
Oleh karena itu batas DAS akan bersifat lintas lokal melampaui batas
administrasi dan kekuasaan politis. Sehingga masalah DAS pada umumnya
menyangkut beberapa kabupaten dalam satu atau lebih provinsi. Pengaturan
dan pengelolaan SDA dalam DAS akan semakin komplek dalam era otonomi
daerah. Oleh Karena itu diperlukan strategi dan konsep dalam pengelolaan
DAS yang diperlukan untuk menghindari konflik dan menurunan kualitas
SDA dan lingkungan.
Stretegi Pengelolaan DAS Lintas Daerah
Diperlukan
kegiatan peningkatan kapasitas (capacity building) secara
berkesinabungan dengan strategi yang dapat ditempuh sebagai berikut:
a. Membangun kesepahaman dan kesepakatan antar daerah otonom dalam pengelolaan DAS lintas regional.
Masing-masing
daerah otonom perlu memahami mekanisme hidrologis yang berjalan secara
alamiah. Masalah ketidakmerataan dan ketidakefisienan penggunaan alokasi
SDA yang mencakup kulitas dan kuantitas sering memicu konflik antar
daerah. Daerah yang memiliki sumberdaya yang lebih cenderung
menguasainya secara eksklusif dan mengancam daerah-dearah lainnya di
sepanjang DAS. Oleh karena itu diperlukan komitmen bersama untuk
membangun system pengelolaan DAS yang berkelanjutan. Wujud dari komitmen
ini adalah adanya perhatian dan tanggung jawab bersama terhadap
kelestarian sumberdaya alam pada setiap unit kegiatan pembangunan di
daerah masing-masing.
Kejasama antar daerah dapat
diwujudkan dengan membentuk Badan Kerjasama Antar Daerah (Pasal 87 ayat 2
UU No 22 Tahun 1999) yang dikoordinasikan oleh provinsi. Isu pokoknya
adalah negosiassi politik antar daerah yang didasarkan kepada
kepentingan bersama dalam memanfaatkan SDA.
b. Membangun sistim legislasi yang kuat.
Kebijakan
publik aspek penglolaan sumberdaya alam akan memiliki kekuatan untuk
mengendalikan perilaku masyarakat apabila dikukuhkan oleh sitem legal
yang memadai. Legislasi dalam pengelolaan DAS sangat diperlukan terutama
dalam merancang dan mendukung pelaksanaan kebijakan pengelolaan DAS.
Legislasi
memberikan kekuatan dan kewenangan kepada pemerintah atau lembaga yang
ditunjuk berdasarkan undang-undang untuk melakukan pengaturan,
penguasaan, pengusahaan, pemeliharaan, perlindungan, rehabilitasi,
pemberian sanksi, penyelesaian konflik dan sebagainya.
c. Meningkatkan peranan institusi (kelembagaan) baik formal maupun informal dalam pengelolaan DAS.
Institusi
merupakan sistim yang kompleks yang mencakup ideologi, hukum, adat
istiadat, norma dan kebiasaan yang tidak terlepas dari lingkungan.
Institusi juga mengatur hal-hal yang dibolehkan dan dilarang untuk
dikerjakan. Penguatan institusi pengelola DAS dibutuhkan untuk mencapai
tujuan dari pengelolaan DAS.
d. Meningkatkan kemampuan SDM dalam pengelolaan sumberdaya alam.
Kualitas
sumberdaya manusia untuk mengelola SDA secara umum masih rendah dan
terdapat kesenjangan antar daerah otonom. Kemampuan masyarakat, petani,
perancana pengelolaan DAS, pejabat yang melaksanakan pengelolaan DAS
masih sangat rendah untuk dapat mengelola sumberdaya alam yang
berkelanjutan.
Petani tidak punya cukup
pengetahuan tentang tindakan yang tepat dalam usahataninya agar tidak
terjadi degradasi lahan yang dapat menurunkan produktivitasnya. Penyuluh
pertanian tidak dibekali pengetahuan dan pedoman yang memadai untuk
membimbing petani dalam memilih teknik pertanian dan teknik konservasi
yang sesai dan memadai. Pejabat yang berwenang menentukan kebijakan
tidak punya pemikiran dan konsep yang menyeluruh dalam mengelola SDA
yang berkelanjutan dalam suatu DAS.
Oleh sebab
itu diperlukan program pelatihan yang sistematis secara terus menerus
untuk meningkatkan kapasitas individu/SDM dalam pengelolaan SDA agar
prinsip pembangunan berkelanjutan terlaksana diseluruh DAS daerah otonom
0 Komentar
Terima kasih telah mengunjungi blog ini. Silahkan masukkan komentar anda