Apa itu kearifan Lokal.
Kearifan
Lokal merupakan adat dan kebiasan yang telah mentradisi dilakukan oleh
sekelompok masyarakat secara turun temurun yang hingga saat ini masih
dipertahankan keberadaannya oleh masyarakat hukum adat dalam suatu wilayah di
negara tercinta Indonesia ini, seperti Subak di Bali, Bera di Kalimantan, Sasi
di Papua atau Lubuk Larangan di Mandailing Natal, Sumatera Utara dan lain
sebagainya.
Di beberapa daerah kearifan
lokal ini yang khusus untuk usaha pelestarian alam, mulai terkikis dengan
perkembangan jaman, malah ada beberapa daerah yang sudah ditinggalkan. Namun
sadar ataupun tidak, kini setelah permasalahan alam sudah sulit dijawab dengan
pengetahuan moderen, kembali melirik mengenai kearifan lokal untuk
menanggulangi atau mencegah perubahan global dan bencana lingkungan, beberapa
daerah memulai mengembangkan kearifan lokal yang bijak untuk mengatasi hal tersebut.
Dilihat dari kegiatan atau
aturan yang diterapkan dalam kearifan lokal, banyak sekali hal yang mengandung
unsur pelestarian alam. Misalnya larangan menebang pohon pada daerah
tertentu yang dianggap sebagai sumber kehidupan seperti tempat resapan air atau
habitat satwa tertentu atau areal berbiaknya satwa. Pada masa tertentu dilarang
berburu, seperti masa satwa berkembang biak dan boleh berburu pada masa yang
telah ditentukan bersama, dan itupun kadang untuk kepentingan bersama, misalnya
perayaan hari besar bagi mereka.
2. Mengenal beberapa jenis kearifan lokal di Indonesia.
Dibawah ini ada beberapa
kearifan lokal yang mungkin dapat diadopsi selama pendampingan masyarakat yang
menjadi target program PNPM LMP di beberapa tempat.
2.1. Hutan Larangan
Yaitu hutan yang menurut
aturan adat tidak boleh ditebang karena fungsinya yang sangat vital sekali
sebagai persediaan air sepanjang waktu untuk keperluan masyarakat, selain itu
kayu yang tumbuh dihutan juga dipandang sebagai perisai untuk melindungi
segenap masyarakat yang bermukim disekitar hutan dari bahaya tanah longsor.
Apabila ada terdapat diantara warga yang akan membuat rumah yang membutuhkan
kayu, maka harus minta izin lebih dulu kepada aparat atau ketua
adat melalui para pemangku adat untuk menebang kayu yang dibutuhkan dengan
peralatan kapak dan gergaji tangan. Kearifan ini masih banyak ditemui di
berbagai daerah di Indonesia, tentunya dengan aturan yang berbeda atau
kepercayaan yang berlainan. Misalnya Suku Badui di Banten.
2.2. Sungai, anak sungai, lubuk/kali larangan, daerah terumbu karang.
Merupakan suatu aliran sungai
yang tetap dijaga agar tidak tercemar dari bahan atau benda yang bersifat dapat
memusnahkan segenap binatang dan biota lainnya yang ada di aliran sungai
sehingga tidak menjadi punah, seperti halnya warga masyarakat tidak boleh
menangkap ikan dengan cara pengeboman, memakai racun, memakai aliran listrik dan lain
sebagainya. Untuk panen ikan pihak pemangku adat melaksanakan dengan cara membuka larangan secara
bersama-sama masyarakat untuk kepentingan bersama dan hasilnya selain untuk
masyarakat juga sebahagian untuk kas desa. Biasanya kawasan ini dibuka sekali setahun atau
sekali dua tahun tergantung kesepakatan bersama. Misalnya di Minang
(banda larangan) dan Mandailing Natal (Lubuk Larangan).
Selain di sungai atau lubuk (bagian sungai
yang dalam), di beberapa daerah juga memiliki kearifan lokal untuk penyelamatan
ikan di daerah dimana teridentifikasi sebagai tempat hidup dan berbiaknya ikan
laut, misalnya di daerah terumbu karang Papua Barat dengan istilah Sasi, atau di
papua lainnya yang memiliki aturan larangan untuk berburu.
2.3. Tabek Larangan ( tebat larangan )
Yaitu kolam
air yang dibuat secara bersama oleh masyarakat pada zaman dulu dengan tujuan
untuk persediaan air bagi kepentingan masyarakat dan didalam Tabek tersebut
juga dipelihara berbagai jenis ikan, saat untuk membuka Tabek Larangan tersebut
sama dengan seperti di Banda Larangan.
2.4. Menanam Tanaman Keras
Disaat seorang laki-laki akan
memasuki jenjang perkawinan bertujuan untuk tabungan disaat sudah punya
keturunan nanti untuk kebutuhan keluarga, biasanya tanaman yang ditanam berupa kelapa,
misalnya di Sumatera. Di beberapa daerah di Jawa Barat, juga diterapkan bagi
pasangan suami istri yang akan melakukan akad nikah, diwajibkan menanam 2
pohon.
2.5. Gotong Royong
Merupakan kegiatan kerja
bersama untuk kepentingan masyarakat banyak seperti membuat jalan baru,
bangunan rumah ibadah, membersihkan tali bandar (sungai), menanam tanaman keras
dan lain sebagainya.
Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Agam Kuantan Propinsi Sumatera Barat, pada tahun
2006, telah memulai kegiatan model kelembagaan berbasis kearifan lokal yang pada tahapannya telah mendata dan mengumpulkan
beberapa jenis kearifan lokal yang erat kaitannya dengan pengelolaan hutan
tanah dan air, bertempat dinagari Situjuah Gadang Kecamatan Situjuah Limo
Nagari Kabupaten Lima Puluh Kota. Jenis kearifan lokal tersebut diharapkan akan
diatur dengan Peraturan Nagari yang dilengkapi dengan sangsi-sangsi
bagi masyarakat yang melanggarnya. Kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan
untuk dijadikan Peraturan Nagari tersebut berasal dari hasil musyawarah dan
mufakat para pemangku adat dan elemen masyarakat lainnya seperti Ninik Mamak,
Alim Ulama, Cerdik Pandai, Bundo Kandung, aparat nagari serta pemuda
pagar nagari. Tahun 2007 ini, BPDAS Agam Kuantan berencana akan
menindaklanjutinya dengan memfasilitasi jenis tanaman kayu-kayuan dan
buah-buahan sesuai dengan permintaan Walinagari Situjuah Gadang serta sebagaimana
dengan yang tertuang dalam Renstra Nagari Situjuah Gadang.
2.6. Tebang Pilih.
Masyarakat adat seko yang
berada di Luwu Utara Sulawesi Selatan, secara turun temurun telah melakukan
praktek-praktek tebang pilih secara terkendali, mempraktekkan siklus pertanian
secara konsisten, menetapkan kawasan tertentu untuk dilindungi. Masyarakat
sendiri memiliki tata ruang yang mengandung nilai-nilai konservasi misalnya
masyarakat memiliki kebiasaan-kebiasaan untuk melakukan penanaman kembali
dengan menanam tanaman jangka panjang seperti durian dan langsat,
setelah melakukan pembukaan lahan.
2.7. Sistem Sasi di Pulau Haruku:
merupakan larangan untuk memanen sumberdaya alam tertentu demi melindungi
kualitas dan populasi sumberdaya tersebut, baik tumbuhan maupun binatang. Sistem
ini meliputi Sasi untuk laut, hutan, sungai, desa dan sumberdaya lainnya.
Sistem Sasi merupakan instrumen untuk mengatur distribusi manfaat atau hasil
dari sumberdaya alam secara seimbang. Sistem Sasi merupakan inisiatif kolektif
masyarakat Haruku yang dikendalikan melalui lembaga adat.
2.8. Sistem Zonasi Pengelolaan Hutan Masyarakat Kasepuhan, Jawa Barat:
Hutan di kawasan Gunung Halimun dan sekitarnya
merupakan warisan budaya dari Masyarakat Kasepuhan yang memiliki sistem zonasi
tersendiri. Mereka membagi hutan di wilayah pegunungan menjadi beberapa zona,
yaitu: hutan titipan yang tidak boleh diganggu dan sepenuhnya dilindungi secara
adat, hutan tutupan yang merupakan cadangan yang pemanfaatannya diatur secara
adat, serta tanah garapan yang dapat dimanfaatkan secara bebas oleh anggota
masyarakat adat. Penetapan kawasan Gunung Halimun dan Gunung Salak sebagai Taman
Nasional semestinya mampu mengadopsi dan menguatkan aspek legal sistem zonasi
tradisional tersebut.
Di atas hanya beberapa contoh
saja mengenai kearifan lokal yang yang sangat mendukung dalam usaha pelestarian
alam dan lingkungan hidup. Namun masih banyak di berbagai Indonesia yang
mempunyai kearifan lokal. Seperti di pedalaman
Papua misalnya, ada larangan untuk berburu kangguru
saat terjadi musim kawin, sehingga memberikan waktu untuk berkembang biak. Atau
daerah tertentu di Sumatera atau Kalimantan mempunyai aturan yang sama.
Baca Juga :
Baca Juga :
- Penyebab Punahnya Kearifan Lokal.
- Kearifan Lokal Dapat Menyelamatkan Bumi.
- Contoh Perubahan Sosial dalam Pengelolaan SDA/Lingkungan.
- Kearifan Lokal di Bengkulu.
3. Menumbuh kembangkan kearifan lokal untuk kegiatan lingkungan
Umumnya kearifan
lokal sangat mendukung dalam pelestarian alam dan lingkungan,
karena mereka yakin bahwa manusia dapat hidup harmonis berdampingan dengan
alam. Karena secara langsung masyarakat sangat tergantung dari alam dalam
kehidupannya. Misalnya untuk mendapatkan makanan, binatang buruan, air atau pohon
untuk mencukupi kebutuhannya. Sehingga secara
otomatis, meraka berusaha melestarikan alam dengan berbagai aturan yang harus
dihormati oleh anggota masyarakat.
Berbagai perkembangan
moderen, rupanya pengetahuan ini banyak terkikis dan tersingkir
dengan pengetahuan saat ini. Masih ada beberapa daerah yang mengenal, mempunyai
dan memiliki pengetahuan kearifan lokal di daerahnya. Di
beberapa daerah juga telah dikembangkan kearifan lokal ini diwujudkan
dalam peraturan adat atau peraturan desa. Ada aturan yang
tertulis atau banyak juga yang tidak. Untuk aturan yang telah tertulis dalam
bentuk peraturan desa (perdes), perlu dikembangkan agar upaya pelestarian
lingkungan, khususnya darat dan perairan (laut atau sungai) dapat dijalankan
secara efektif dan optimal, maka yang diperlu diperhatikan adalah:
1. Evaluasi yang paling pokok dalam penginisasian Perdes
pengelolaan sumberdaya alam baik perairan atau daratan ini adalah evaluasi
proses, artinya seberapa cepat proses sosial dapat dipacu sehingga masyarakat
benar-benar menginginkan adanya Perdes pengelolaan sumberdaya alam, bukan
seberapa cepat Perdes pengelolaan sumberdaya alam dapat dihasilkan.
2. Nilai-nilai yang terkandung di dalam Hak Ulayat yang
dominan dijalankan oleh masyarakat tradisional di Indonesia sangat cocok untuk
diadopsi dan dijalankan, karena mimiliki kemiripan karakteristik wilayah dan
sumberdaya, serta telah teruji dalam perjalanan waktu meskipun masih dalam
bentuk peraturan tidak tertulis (norma), seperti beberapa contoh kearifan lokal
yang telah disebutkan di atas.
3. Perdes yang akan dibentuk masih membutuhkan kegiatan
musyawarah atau kesepakatan yang mengakomodir pendapat, kebutuhan, dan
kepentingan semua komponen masyarakat.
Masyarakat
harus benar-benar diberi hak dan legalitas jika Perdes telah disyahkan. Dimana
pihak-pihak lain hanya melakukan fungsi dan tugas sesuai yang telah ditetapkan.
Sumber: Bahan bacaan Green PNPM, WCS.
4 Komentar
Terima kasih infonya mas anton begitu mencerahkan seputar kearifan lokal muko muko
BalasHapusbaik you wellcome
HapusTerima kasih bg. Artikel ini membantu dalam penulisan jurnal kelompok saya
BalasHapusAlhamdulillah bermanfaat. Semoga sukses selalu
HapusTerima kasih telah mengunjungi blog ini. Silahkan masukkan komentar anda