Ilustrasi reaktor nuklir (sumber : Liputan 6) |
PLTN selain mengurangi emisi gas rumah-kaca juga menawarkan dua manfaat yang ramah-lingkungan sekaligus.
Pertama, listrik nuklir menawarkan jalan yang penting dan praktis ke
arah ′ekonomi hidrogen′. Hidrogen sebagai sumber yang menghasilkan listrik
menawarkan janji untuk energi yang bersih dan hijau. Berbagai perusahaan mobil
melanjutkan pengembangan sel bahanbakar hidrogen dan teknologi ini, dalam waktu
yang tidak terlalu jauh di masa depan, akan menjadi produsen sumber energi.
Dengan menggunakan kelebihan energi panas dari
reaktor nuklir untuk menghasilkan hidrogen, maka dapat diciptakan
produksi hidrogen dengan harga terjangkau, efisien, serta bebas dari emisi gas
rumah-kaca. Dengan demikian produksi hidrogen ini dapat dikembangkan untuk
menciptakan ekonomi energi hijau di masa depan.
Kedua, di seluruh dunia, energi nuklir dapat menjadi solusi
terhadap krisis lain yang tengah berkembang: kekurangan air bersih yang harus
tersedia bagi konsumsi manusia dan irigasi bagi tanaman dasar (crop). Secara
global, proses desalinasi (air-laut) telah dan tengah dipakai guna membuat air
bersih. Dengan menggunakan kelebihan panas dari reaktor nuklir, air laut dapat
ditawarkan, sehingga permintaan terhadap air bersih yang selalu bertambah akan
dapat dipenuhi.
Kombinasi energi nuklir, energi
angin, geotermal dan hidro adalah cara yang aman dan ramah-lingkungan dalam
memenuhi permintaan energi yang selalu bertambah. Dengan berbagi informasi,
jaringan konsumen, pakar lingkungan, akademisi, organisai buruh, kelompok
bisnis, pemimpin masyarakat dan pemerintah kini telah disadari manfaat dari
energi nuklir.
Energi nuklir adalah jalan terbaik
untuk menghasilkan listrik beban-dasar yang aman, bersih, dapat diandalkan,
serta akan memainkan peranan kunci dalam pencapaian keamanan (penyediaan)
energi global. Dengan perubahan iklim sebagai puncak agenda internasional, kita
semua harus mengerjakan bagian kita untuk mendorong renaisans (kebangkitan
kembali) energi nuklir.
Keuntungan
dan kerugian terhadap APBD
Pembahasan bagian ini memiliki
banyak kesulitan. Untuk di Indonesia biaya pembangunan PLTN masih menuai
perdebatan. Sebagaimana pada website www.nuklir.info. Biaya
pembangunan PLTN jika dibandingkan dengan bahan batu bara ternyata lebih murah.
Ini belum termasuk biaya pengamanan resiko dan pengolahan limbahnya. Berikut
kutipan hasil diskusi tersebut:
·
capital cost kecuali untuk
Nuclear ( 2 000 $/kW untuk low , 2 500 $/kW
high case capital cost). Untuk pembangkit lain tak saya temukan.
·
fuel cost untuk harga gas alam dipakai 6-7 $/MBTU dan coal 55 $/ton
Untuk penyederhanaan , mari
kita diperbandingkan biaya pembangkitan
antara Nuclear dan Steam Coal saja.
Cost generation yang ditemukan
ialah:
High Discount Rate Case : Nuclear
( high capital ) 8,1 sen/kWh ;
Nuclear (low ) 6,8 sen/kWh ; Coal
Steam 6,0 sen/kWh.
Low Discount Rate Case : Nuclear (
high capital ) 5,7 sen/kWh ;
Nuclear (low ) 4,9 sen/kWh ;
Coal Steam 5,0 sen/kWh.
Dari uraian diatas perbedaan biaya
Nuclear dengan Coal:
Case 1: High Discount Rate Case,
High Capital perbedaan biaya : 8,1-
6,0 =
2,1 sen/kWh ( perbandingan N/C=
1,35 :1).
Case 2: High Discount Rate Case, Low Capital perbedaan biaya : 6,8 – 6,0 = 0,8
sen/kWh ( perbandingan N/C= 1,13 :1).
Case 3: Low Discount Rate Case,
Low Capital perbedaan biaya : 5.7- 5,0
= 0,7 sen/kWh ( perbandingan N/C= 1,14 :1).
Case 4 : Low Discount Rate Case,
High Capital perbedaan biaya :
4,9-5,0 = -0,1 sen/kWh. ( perbandingan N/C= 0,98:1).
Jika untuk setiap satuan unit 1 000 MW pada perbedaan biaya 1
sen/kWh, operating hour 7 000 h/a, menghasikan perbedaan biaya pembangkitan sebesar :
1 000 000 kW x 7000 h/a x 0,01 $/
kWh = 70 000 000 $/a.
Untuk kurun waktu 30 tahun, perbedaan biaya : 2,10 milyar $/ 30tahun.
Untuk perbandingan diatas:
·
Case 1 : Nuclear lebih mahal 4,41
milyar $/30 tahun; Case 2:
Nuclear lebih mahal 1,68 milyar / 30tahun ;
·
Case 3 : Nuclear lebih mahal 1,47
milyar $/30 tahun; Case 4: Coal lebih mahal 0,21
milyar / 30tahun ;
·
Hanya pada Case 4 : Nuclear
kompetetive bila dipakai Capital Cost
PLTN 2 000 $ per kW., dengan pebedaan biaya
210 juta $ untuk waktu pengusahaan 30 tahun. Nuclear lebih murah 2 % (
perbandingan N/C= 0,98:1). Pada tiga cases yang lain pltn tak layak
keekonomiannya. Atau bisa juga dikatakan break-even N dan C pada tingkat
N capital cost 2000 $/kW.
Pertanyaan kritis yang perlu
diajukan bisakah biaya pembangunan PLTN di Indonesia $ 2000 per kW ? Karena
itu pernyataan bahwa biaya pembangunan PLTN bisa dengan $ 2000 /kW
perlu diperoleh rinciannya (minimal
terdiri atas cakupan item apa saja), mengingat kelayakan keekonomian PLTN sangat
tergantung pada kepastian mengenai capital cost.
Biaya pembangunan PLTN terakhir di
negara maju yang sudah punya pengalaman bangun pltn seperti unit ke-2 di Olkiluoto /Finlandia, semula dianggarkan 3
billion Euro (bukan US$) mengalami over budget 25 % karena keterlambatan
penyelesainnya. Patut dicatat
keterlambatan hampir terjadi pada
kebanyakan pembangunan pltn di dunia. Apa untuk Indonesia, ada kepastian/
jaminan biaya pembangunan bisa sebesar 2000 $ per kW.
Dari informsi tersebut, jika akan
membangun sendiri, perlu pertimbangan dan perncanaan yang sangat matang.
Sedangkan jika penawaran itu dari investor asing dan sudah siap pakai, maka
dapat dipertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Tidak Membeli, tetapi Menyewa
Pertimbangan ini akan lebih efektif dan optimal
pemanfaatannya. Karena kalau membeli maka memerlukan dana yang besar diawal
yang nilainya tentunya lebih besar daripada investai pembangunan PLTN. Dengan
menyewa de ngan pembayaran dalam jangka waktu tertentu akan meringankan
pengelolaan APBD.
2. Perbandingan dengan biaya operasional Pembangkit yang ada
selama ini.
Sebagaimana diketahui, bahwa di Bengkulu terdapat PLTD dan
PLTA. Perlu diperbandingkan antara biaya operasional dan perawatan kedua sumber
tersebut. Selama ini masyarakat mengeluh bahwa pada kondisi pemakaian optimum,
terjadi penurunan daya. Kemudian juga perlu dilakukan kajian, dengan PLTN
tentunya akan ada penambahan pemanfaat atau pengguna listrik, baik dari
masyarakat mupun dari dunia usaha. Terutama sekali pada daerah-daerah yang saat
ini tidak terjangkau listrik. Ini mejadi peluang pendapatan baru. Apakah pendapatan
ini dapat menutupi biaya sewa PLTN. Jika nilainya mendekati maka dapat
dilanjutkan.
3. Biaya antisipasi resiko radiasi menjadi beban investor.
4. Dalam pengoperasionalan PLTN agar dapat melibatkan tenaga
lokal.
0 Komentar
Terima kasih telah mengunjungi blog ini. Silahkan masukkan komentar anda