Oleh : Anton
Sutrisno
Gempa bumi 7,9 skala Richter menyisakan tidak saja kerusakan fisik,
tetapi psikis. Trauma dampak pasca gempa masih menggelayuti wajah masyarakat
Bengkulu. Di sektor pertanian secara umum, kerusakan yang ditimbulkan oleh
gempa sangat besar. Kerusakan saluran irigasi hampir di semua daerah di
provinsi ini. Pelaksanaan pemulihannya memakan waktu yang masih sangat panjang.
Dalam skala prioritas penaggulaan bencana, pemulihan ini terletak pada urutan
kesekian, karena tidak berdampak langsung kepada masyarakat jika dibandingkan
dengan sarana pemukiman, air bersih dan sarana umum lainnya.
Dalam jangka panjang ketersediaan pangan khususnya beras tetap mutlak
dipikirkan. Tidak mungkin kita hanya mengandalkan ketersediaan cadangan beras
Bulog atau bantuan dari pihak lain. Penyediaan pangan ini juga merupakan wujud
kemandirian suatu bangsa. Paling tidak jika para petani tetap dapat panen
sebagaimana biasanya, proses pemulihan psikis akan lebih cepat terlaksana.
Pikiran dalam tulisan ini, paling tidak masih memberikan semangat kepada kita untuk tetap mempertahankan target kontribusi pencapaian program 2 juta ton beras nasional. Meskipun kondisi sarana yang ada sangat tidak memadai. Setidaknya untuk memberikan jawaban dari pertanyaan seorang petani, “Bagaimana dengan benih padi yang telah dibagikan beberapa waktu lalu yang rencana akan ditanam pada musim tanam bulan Oktober yang akan datang?”. Ditanam? Atau tidak? Atau diganti dengan komoditas lain yang tidak membutuhkan air, seperti jagung atau kedelai? Lalu benih padinya dikemanakan? Siapa yang akan menyediakan benih jagung dan kedelai dalam jumlah yang sangat besar?
Bisa jadi, gagasan yang akan diberikan ini kurang tepat karena secara
iklim kita tidak sesuai atau belum ada yang pernah melakukannya. Tetapi gagasan
ini mencoba untuk mencari solusi terhadap dampak gempa di sektor pertanian
khususnya padi sawah. Sementara untuk menunggu perbaikan sarana irigasi masih
membutuhkan waktu dan dana yang besar. Tentunya pemerintah tidak akan membangun
seluruh yang rusak sekaligus, bertahap sesuai dengan skala prioritas yang telah
ditentukan. Ketersediaan pangan tetap menjadi menjadi prioritas yang tidak
dapat dilakukan secara bertahap dan tidak dapat ditawar lagi. Semua harus tetap
berjalan!.
Mengapa tidak kita coba sistim Gora (gogo rancah) untuk musim tanam kali
ini, sambil menunggu perbaikan sarana irigasi. Yang penting, benih yang telah
dibagi tidak menjadi kedaluwarsa atau ditumbuk petani karena tidak ada beras!.
Memang bercocok tanam padi dengan cara gora cocok di lahan pertanian
yang gersang dengan musim hujan yang pendek. Seperti di NTB yang terkenal
dengan bumi gora. Teknologi ini kita coba tiru untuk mengatasi kekeringan
sementara yang terjadi pada areal persawahan kita.
Sistim gora ini dicetuskan pertama kali pada tahun 1963 oleh Bapak
Hasmosuewignyo yang menjabat sebagai Kepala Jawatan Pertanian Pusat. Sistim
gora diterapkan pada Operasi Tekad Makmur di Nusa Tenggara Barat. Hasil panen
gora di Lombok Selatan paling rendah 6 ton/ha gabah kering panen. Sedangkan
sebelum diterapkannya sistim gora ini, sawah tadah hujan hanya menghasilkan 0,9
– 1,5 ton/ha. Dari kenyataan ini menjadi bukti bahwa sawah tadah hujan dapat
menghasilkan panen yang tidak kalah dengan persawahan irigasi biasa. Mungkinkan
dilaksanakan pada lahan sawah yang kekeringan?
Besar kemungkinan, pada areal yang mengalami kerusakan tidak ada harapan
lain kecuali curah hujan. Wilayah Bengkulu memiliki curah hujan yang cukup
tinggi, yaitu rata-rata dalam 10 tahun terakhir mancapai 2.690 mm/tahun dengan
rata-rata hari hujan sebanyak 204 hari/tahun (Bengkulu dalam Angka-diolah).
Dengan besarnya curah hujan ini setidaknya ada kemiripan karakteristik.
Pola usahatani yang diterapkan dapat dengan beberapa jenis tanaman
sesuai dengan kondisi tanah dan air yang ada. Sehingga dapat ditaman sebagian
palawija sebagian gora.
Pada bulan Oktober setelah Hari Raya Idul Fitri, apakah cuaca seperti
pada bulan ini?. Ini yang perlu diantisipasi. Sebaiknya pengolahan tanah dilakukan
sedini mungkin agar tanaman padi gora tumbuh di lahan bersamaan dengan
tersedianya air hujan. Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan dibajak atau
dicangkul kering. Setelah tanah digemburkan dibuat bedengan lebar berukuran 3 –
5 meter dengan panjang menurut petakan sawah, atau ukuran menyesuaikan petakan
sawah. Selanjutnya dibuat parit-parit antara bedengan dengan ukuran lebar 20 –
30 cm dan dalam 10 – 20 cm. Parit-parit ini berfungsi sebagai saluran pembuang
air pada waktu tanaman masih kecil, karena jika tanam padi usia ini tergenang
air dapat mengakibatkan kematian atau pertumbuhan tidak normal.
Benih ditugal dengan jarak tanam 30 X 15 cm. Butir gabah sebelum
dimasukkan ke lubang sebaikan dilakukan seed treatment (yaitu
pencampuran dengan pestisida). Benih gabah yang dimasukkan ke dalam lubang
tugal sebanyak 3 – 5 butir/lobang.
Penanaman padi gora banyak memerlukan pupuk organik dan anorganik. Jenis
pupuk yang dipergunakan meliputi pupuk kandang 20 m3/ha dan SP36 100
kg/ha atau sesuai dengan rekomendasi pemupukan berimbang setempat. Pemberian
pupuk kandang pada saat pengolahan tanah sedangkan SP36 sesudah tanam.
Pemupukan dilakukan dengan cara ditempatkan pada alur antara barisan tanaman,
kemudian ditutup dengan tanah. Pupuk lebih dekat dengan tanam dan tidak hilang
karena gangguan dipermukaan tanah.
Penyiangan pertama dilakukan pada saat padi berumur 15 – 20 hari. Pada
sistim gora penyiangan sangat penting. Waktu ini gulma tumbuh subur, jika
terlambat menyiangi tanaman padi akan terganggu. Pada saat ini dilakukan
pemupukan urea yang pertama, pemupukan urea selanjutnya pada saat padi berumur
60 hari dengan dosis 75 kg/ha atau sesuai rekomendasi setempat. Pada saat ini
biasaya hujan sudah mulai turun dengan intensitas yang cukup tinggi. Tanah
mulai becek. Jika air sudah cukup banyak, pematang segera diperbaiki, sehingga
air dapat tergenang dan mempercepat pertumbuhan padi.
Pada waktu padi berumur 100 hari (sekitar bulan Januari) sawah
dikeringkan dan selanjutnya ditunggu saat panen. Jadi pada sistim gora ini padi
selama 30 – 40 hari mengalami kekeringan. Bahkan bila kebanyakan hujan, airnya
harus dibuang. Bila air hujan sudah cukup, gora dapat dijadikan padi sawah
biasa.
Gagasan ini tidak salahnya untuk dicoba, setidaknya dengan menghijaunya
padi disawah dapat membuat hilangnya trauma gempa pada masyarakat kita. Dan
usaha kita tetap memohon perlindungan Allah SWT agar tidak diterpa kemarau
seperti tahun lalu, sehingga tidak menjadi musibah yang tiada henti. Amin...!
(Anton Sutrisno, THL TB Penyuluh Pertanian
bertugas di Bengkulu Utara)
Arga Makmur, 28
September 2007
0 Komentar
Terima kasih telah mengunjungi blog ini. Silahkan masukkan komentar anda